HUBUNGAN CINTA KASIH MENURUT AGAMA
DAN NEGARA
Pengertian Cinta Kasih
Menurut
kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwa Darminta, cinta adalah rasa
sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih
atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau
cinta kepada atau menaruh belas kasihan, dengan demikian arti cinta dan kasih
hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta
kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang
disertai dengan menaruh belas kasih.
Macam
– macam Cinta Menurut Ajaran Agama:
Cinta Menurut Ajaran Agama Islam
Al-Qur’an
telah mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri.Diantara
gejala yang menunjukan kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri ialah
kecintaan yang sangat terhadap harta, yang dapat merealisasikan semua keinginan
dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai kesenangan (QS,
al-“Adiyat,100:8).
Allah ketika member isyarat tentang kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri,
seperti yang tampak pada keluh kesanya apabila ia tertimpa kesusahan dan
usahanya yang terus menerus untuk mendapat kebaikan dalam memberi sebagian
karunia yang diperolehnya, setelah itu Allah memberi pujian kepada orang-orang
yang berusaha untuk tidak berlebihan dalam cinta terhadap diri sendiri dan
melepaskan diri dari gejala gejala itu dengan melalui Iman. Menegakkan shalat, memberikan
zakat, bersedekah pada yang tak mampu, dan menjauhi semua larangannya. Keimanan
yang demikian ini akan bisa menyeimbangkan antara cintanya kepada diri sendiri
dan cintanya kepada orang lain. Dalam surat Al-Qolam ayat 4,maka manusia
menaruh belas kasihan kepada orang lain, karena belas kasihan adalah perbuatan
orang berbudi. Sedangkan perbuatan yang berbudi sangat dipuji oleh Allah SWT.
Cinta Menurut Ajaran Agama Kristen
Cinta
menurut ajaran Kristen adalah cinta kasih antara sesama dimana kita diajarkan
untuk mencintai sesama tanpa membedakan agama, ras, latar belakang. Dan saling
menghargai satu sama lain. Perintah. Allah yang terutama ia lah:
(Matius
12:29-31) ” Cintailah Tuhai Allahmu dengan segenap hatimu.” ”
Cintailah sesama manusia seperti dirimu sendiri.”
Korintus
13:4. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
13:4. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
13:5
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
13:6
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Matius
5:44
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang
menganiaya kamu.
Cinta Menurut Agama Hindu
Agama
Hindu adalah agama Wahyu dan agama alami. Oleh karena itu, ia adalah agama
Cinta Kasih. Agama yang amat luwes, agama yang berdasarkan pada Cinta Kasih,
agama yang memiliki tujuan Cinta Kasih, dan juga agama yang dijalankan di dalam
Cinta Kasih. Agama Hindu amat mementingkan pengembangan cinta kasih bukan
hanya kepada sesama umat manusia tetapi kepada sesama makhluk hidup. Cinta
kasih kepada sesama anggota keluarga, kepada sesama umat manusia tidak
dipandang sebaga cinta kasih yang istimewa. Kesadaran bahwa seluruh dunia
adalah sebuah keluarga besar sangat membantu orang untuk mengembangkan cinta
kasih universal ini.
Dia
adalah puncak cinta kasih di dunia ini, merupakan landasan penting untuk
mengembangkan Prema Bhakti atau cinta kasih rohani kepada Tuhan yang Maha
Esa. Cinta kasih universal dalam beberapa kitab suci disebutkan sebagai
ciri, hiasan dan sifat-sifat agung orang-orang suci atau para
Sadhu. Titiksavah karunikahsuhrdah sarva-dehinamajata-satravah
santahsadhavah sadhu-bhusanah
Ciri-ciri
atau hiasan dari seorang Sadhu atau orang suci adalah ia harus memiliki
sifat-sifat senantiasa damai, memiliki toleransi besar, penuh karunia, bersifat
berteman dengan seluruh makhluk hidup, tidak mempunyai musuh, hidupnya selalu
didasarkan pada kitab suci dan segala kepribadiannya terpuji. Yajur Veda
juga menegaskan hal yang sama:mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantamamitrasyaham
caksusa sarvani bhutani samiksemitrasya caksusa samiksyamahe “Semoga semua
makhluk hidup melihatku dengan pandangan sebagai teman, semoga aku melihat
semua makhluk hidup dengan pandangan sebagai seorang teman, semoga kami melihat
satu sama lainnya dengan pandangan sebagai seorang teman.”
Cinta Menurut Ajaran Agama Buddha
Nikaya
Pali juga memuat satu kata cinta yang berbeda dengan cinta yang telah
disebutkan di atas, cinta kasih yang dipancarkan secara universal (tak
terbatas) kepada semua makhluk dan cinta kasih yang tanpa pamrih, yaitu: Metta.
Metta
adalah bagian pertama dari empat kediaman luhur (Brahma Vihara) atau empat
keadaan yang tidak terbatas (Apamanna). Bagian lainnya, yaitu Karuna (kasih
sayang), Mudita (simpatik), dan Upekkha (keseimbangan batin).
Metta
adalah rasa persaudaraan, persahabatan, pengorbanan, yang mendorong kemauan
baik, memandang makhluk lain sama dengan dirinya sendiri. Metta juga suatu
keinginan untuk membahagiakan makhluk lain dan menyingkirkan kebencian (dosa)
serta keinginan jahat (byapada).
Metta
berbeda dengan piya, pema, rati, kama, tanha, ruci dan sneha yang hanya
menimbulkan nafsu dan kemelekatan. Pengembangan Metta dapat mengantarkan kita
pada pencapaian kedamaian Nibbana (Mettacetto vimutti), seperti yang dinyatakan
Sang Buddha dalam Dhammapada 368:
“Apabila
seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih dan memiliki keyakinan terhadap Ajaran
Sang Buddha, maka ia akan sampai pada Keadaan Damai (Nibbana), berhentinya
hal-hal yang berkondisi (sankhara)”
Contoh
dan Pembahasan:
Hubungan
cinta beda agama bisa terjadi pada siapa saja. Ada yang merasa tidak terganggu
oleh hal ini, tapi banyak juga yang tidak setuju dan bahkan menentangnya.
Alasannya bermacam-macam, ada yang berkata nikah beda agama itu tidak baik bagi
iman, bahkan ada yang percaya bahwa hal ini dosa. Salah satu jalan tengah yang
diambil oleh beberapa pasangan adalah pindah agama.
Misalnya,
Maria yang beragama Kristen akhirnya memutuskan untuk pindah ke agama Islam,
sebelum menikah dengan Eko. Maria mencoba menjadi Muslimah yang baik, tapi
tidak disangkal bahwa ia rindu sekali akan perayaan Natal dan lonceng Gereja.
Ia juga rindu kidung-kidung yang didengarnya sewaktu kanak-kanak. Tapi, ia
takut kalau mendengarkannya atau kembali ke Gereja, keluarga Eko akan
mencelanya tidak sungguh-sungguh sebagai seorang Muslimah. Jadi, ia menyimpan
kegalauan ini di hati saja.
Beda
lagi dengan kisah Linda yang Katolik dan Budi yang Islam. Si lelaki yang
akhirnya menjadi Katolik, setelah terjadi tawar-menawar yang cukup lama. Budi
mengaku sedikit berat hati dengan pindah agama, tapi dilakukannya demi cinta.
Tidak
semua pasangan memutuskan seperti yang dilakukan kedua pasangan yang telah
disebut di atas ini. Beberapa pasangan memilih untuk tetap berpegang pada agamanya
masing-masing. Namun, secara hukum di Indonesia, pernikahan seperti ini tidak
bisa disahkan oleh Negara. Jadi, pada surat nikah seringkali mereka menyatakan
mempunyai agama yang sama, sekedar untuk mendapat formulir resmi dari Negara.
Cinta
yang kandas karena beda agama ini juga cukup banyak. Pasangan selebritis
Christine Hakim dan Broery Pesolima (Marantika) harus terputus hubungan
kasihnya karena mereka berbeda agama. Begitu juga, Dewi Persik sempat
dikabarkan putus hubungan dengan kekasihnya karena beda agama. Terkadang campur
tangan orang tua juga sangat berpengaruh dalam hal ini.
Sungguh
menyakitkan jika hal ini terjadi, karena perbedaan agama tersebut akan
menyebabkan kehancuran suatu hubungan.
Maka
dari itu Buddha telah mengatakan hal tersebut dalam dhammapada seperti dibawah
ini
XVI. Piya Vagga : Kecintaan
Orang
yang memperjuangkan apa yang seharusnya dihindari, dan tidak memperjuangkan
apa yang seharusnya diperjuangkan; melepaskan apa yang baik dan melekat pada
apa yang tidak menyenangkan, akan merasa iri terhadap mereka yang tekun dalam
latihan. (dhammapada:209)
|
|
Janganlah
melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai. Tidak bertemu dengan
mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya
merupakan penderitaan. (dhammapada:210)
|
|
Oleh
sebab itu, janganlah mencintai apapun, karena berpisah dengan apa yang
dicintai adalah menyedihkan. Tiada lagi ikatan bagi mereka yang telah bebas
dari mencintai dan tidak mencintai. (dhammapada:211)
|
|
Dari
yang disayangi timbul kesedihan, dari yang disayangi timbul ketakutan; bagi
orang yang telah bebas dari yang disayangi, tiada lagi kesedihan maupun
ketakutan. (dhammapada:212)
|
|
Dari
cinta timbul kesedihan, dari cinta timbul ketakutan; bagi orang yang telah
bebas dari rasa cinta, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.
(dhammapada:213)
|
|
Dari
kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang
yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.
(dhammapada:214)
|
|
Dari
nafsu timbul kesedihan, dari nafsu timbul ketakutan; bagi orang yang telah
bebas dari nafsu, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. (dhammapada:215)
|
|
Dari
keinginan timbul kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan; bagi orang yang
telah bebas dari keinginan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.
(dhammapada:216)
|
|
Barang
siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam Dhamma,
selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang
akan mencintainya. (dhammapada:217)
|
|
Barang
siapa bermaksud ingin mencapai ‘Yang Tak Dinyatakan’ (nibbana), yang batinnya
tidak lagi terikat oleh kesenangan indria, orang seperti itu disebut “yang
telah pergi ke hilir arus kehidupan”. (dhammapada:218)
|
|
Setelah
lama seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumah dengan selamat, maka
keluarga, kerabat dan sahabat akan menyambutnya dengan senang hati. (dhammapada:219)
|
|
Begitu
juga, perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya
yang telah pergi dari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang
menyambut pulangnya orang tercinta. (dhammapada:220)
|