Iklan

Sabtu, 31 Januari 2015

Arti Cinta dan Cinta Beda Agama Menurut Beberapa Agama



HUBUNGAN CINTA KASIH MENURUT AGAMA DAN NEGARA

Pengertian Cinta Kasih
Menurut kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwa Darminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan, dengan demikian arti cinta dan kasih hampir bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasih.

Macam – macam Cinta Menurut Ajaran Agama:

Cinta Menurut Ajaran Agama Islam

Al-Qur’an telah mengungkapkan cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri.Diantara gejala yang menunjukan kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri ialah kecintaan yang sangat terhadap harta, yang dapat merealisasikan semua keinginan dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai kesenangan (QS, al-“Adiyat,100:8).

            Allah ketika member isyarat tentang kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri, seperti yang tampak pada keluh kesanya apabila ia tertimpa kesusahan dan usahanya yang terus menerus untuk mendapat kebaikan dalam memberi sebagian karunia yang diperolehnya, setelah itu Allah memberi pujian kepada orang-orang yang berusaha untuk tidak berlebihan dalam cinta terhadap diri sendiri dan melepaskan diri dari gejala gejala itu dengan melalui Iman. Menegakkan shalat, memberikan zakat, bersedekah pada yang tak mampu, dan menjauhi semua larangannya. Keimanan yang demikian ini akan bisa menyeimbangkan antara cintanya kepada diri sendiri dan cintanya kepada orang lain. Dalam surat Al-Qolam ayat 4,maka manusia menaruh belas kasihan kepada orang lain, karena belas kasihan adalah perbuatan orang berbudi. Sedangkan perbuatan yang berbudi sangat dipuji oleh Allah SWT.

Cinta Menurut Ajaran Agama Kristen

Cinta menurut ajaran Kristen adalah cinta kasih antara sesama dimana kita diajarkan untuk mencintai sesama tanpa membedakan agama, ras, latar belakang. Dan saling menghargai satu sama lain. Perintah. Allah yang terutama ia lah:

(Matius 12:29-31)  ” Cintailah Tuhai Allahmu dengan segenap hatimu.”  ” Cintailah sesama manusia seperti  dirimu sendiri.”

Korintus
13:4. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

Matius
5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

Cinta Menurut Agama Hindu

Agama Hindu adalah agama Wahyu dan agama alami. Oleh karena itu, ia adalah agama Cinta Kasih. Agama yang amat luwes, agama yang berdasarkan pada Cinta Kasih, agama yang memiliki tujuan Cinta Kasih, dan juga agama yang dijalankan di dalam Cinta Kasih. Agama Hindu amat mementingkan pengembangan cinta kasih bukan hanya kepada sesama umat manusia tetapi kepada sesama makhluk hidup. Cinta kasih kepada sesama anggota keluarga, kepada sesama umat manusia tidak dipandang sebaga cinta kasih yang istimewa. Kesadaran bahwa seluruh dunia adalah sebuah keluarga besar sangat membantu orang untuk mengembangkan cinta kasih universal ini.

Dia adalah puncak cinta kasih di dunia ini, merupakan landasan penting untuk mengembangkan Prema Bhakti atau cinta kasih rohani kepada Tuhan yang Maha Esa. Cinta kasih universal dalam beberapa kitab suci disebutkan sebagai ciri, hiasan dan sifat-sifat agung orang-orang suci atau para Sadhu. Titiksavah karunikahsuhrdah sarva-dehinamajata-satravah santahsadhavah sadhu-bhusanah

Ciri-ciri atau hiasan dari seorang Sadhu atau orang suci adalah ia harus memiliki sifat-sifat senantiasa damai, memiliki toleransi besar, penuh karunia, bersifat berteman dengan seluruh makhluk hidup, tidak mempunyai musuh, hidupnya selalu didasarkan pada kitab suci dan segala kepribadiannya terpuji. Yajur Veda juga menegaskan hal yang sama:mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantamamitrasyaham caksusa sarvani bhutani samiksemitrasya caksusa samiksyamahe “Semoga semua makhluk hidup melihatku dengan pandangan sebagai teman, semoga aku melihat semua makhluk hidup dengan pandangan sebagai seorang teman, semoga kami melihat satu sama lainnya dengan pandangan sebagai seorang teman.”

Cinta Menurut Ajaran Agama Buddha

Nikaya Pali juga memuat satu kata cinta yang berbeda dengan cinta yang telah disebutkan di atas, cinta kasih yang dipancarkan secara universal (tak terbatas) kepada semua makhluk dan cinta kasih yang tanpa pamrih, yaitu: Metta.

Metta adalah bagian pertama dari empat kediaman luhur (Brahma Vihara) atau empat keadaan yang tidak terbatas (Apamanna). Bagian lainnya, yaitu Karuna (kasih sayang), Mudita (simpatik), dan Upekkha (keseimbangan batin).

Metta adalah rasa persaudaraan, persahabatan, pengorbanan, yang mendorong kemauan baik, memandang makhluk lain sama dengan dirinya sendiri. Metta juga suatu keinginan untuk membahagiakan makhluk lain dan menyingkirkan kebencian (dosa) serta keinginan jahat (byapada).

Metta berbeda dengan piya, pema, rati, kama, tanha, ruci dan sneha yang hanya menimbulkan nafsu dan kemelekatan. Pengembangan Metta dapat mengantarkan kita pada pencapaian kedamaian Nibbana (Mettacetto vimutti), seperti yang dinyatakan Sang Buddha dalam Dhammapada 368:

“Apabila seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih dan memiliki keyakinan terhadap Ajaran Sang Buddha, maka ia akan sampai pada Keadaan Damai (Nibbana), berhentinya hal-hal yang berkondisi (sankhara)”

Contoh dan Pembahasan:
Hubungan cinta beda agama bisa terjadi pada siapa saja. Ada yang merasa tidak terganggu oleh hal ini, tapi banyak juga yang tidak setuju dan bahkan menentangnya. Alasannya bermacam-macam, ada yang berkata nikah beda agama itu tidak baik bagi iman, bahkan ada yang percaya bahwa hal ini dosa. Salah satu jalan tengah yang diambil oleh beberapa pasangan adalah pindah agama.
Misalnya, Maria yang beragama Kristen akhirnya memutuskan untuk pindah ke agama Islam, sebelum menikah dengan Eko. Maria mencoba menjadi Muslimah yang baik, tapi tidak disangkal bahwa ia rindu sekali akan perayaan Natal dan lonceng Gereja. Ia juga rindu kidung-kidung yang didengarnya sewaktu kanak-kanak. Tapi, ia takut kalau mendengarkannya atau kembali ke Gereja, keluarga Eko akan mencelanya tidak sungguh-sungguh sebagai seorang Muslimah. Jadi, ia menyimpan kegalauan ini di hati saja.
Beda lagi dengan kisah Linda yang Katolik dan Budi yang Islam. Si lelaki yang akhirnya menjadi Katolik, setelah terjadi tawar-menawar yang cukup lama. Budi mengaku sedikit berat hati dengan pindah agama, tapi dilakukannya demi cinta.
Tidak semua pasangan memutuskan seperti yang dilakukan kedua pasangan yang telah disebut di atas ini. Beberapa pasangan memilih untuk tetap berpegang pada agamanya masing-masing. Namun, secara hukum di Indonesia, pernikahan seperti ini tidak bisa disahkan oleh Negara. Jadi, pada surat nikah seringkali mereka menyatakan mempunyai agama yang sama, sekedar untuk mendapat formulir resmi dari Negara.
Cinta yang kandas karena beda agama ini juga cukup banyak. Pasangan selebritis Christine Hakim dan Broery Pesolima (Marantika) harus terputus hubungan kasihnya karena mereka berbeda agama. Begitu juga, Dewi Persik sempat dikabarkan putus hubungan dengan kekasihnya karena beda agama. Terkadang campur tangan orang tua juga sangat berpengaruh dalam hal ini.
Sungguh menyakitkan jika hal ini terjadi, karena perbedaan agama tersebut akan menyebabkan kehancuran suatu hubungan.
Maka dari itu Buddha telah mengatakan hal tersebut dalam dhammapada seperti dibawah ini
XVI. Piya Vagga : Kecintaan

Orang yang memperjuangkan apa yang seharusnya dihindari, dan tidak memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan; melepaskan apa yang baik dan melekat pada apa yang tidak menyenangkan, akan merasa iri terhadap mereka yang tekun dalam latihan. (dhammapada:209)

Janganlah melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai. Tidak bertemu dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya merupakan penderitaan. (dhammapada:210)

Oleh sebab itu, janganlah mencintai apapun, karena berpisah dengan apa yang dicintai adalah menyedihkan. Tiada lagi ikatan bagi mereka yang telah bebas dari mencintai dan tidak mencintai. (dhammapada:211)

Dari yang disayangi timbul kesedihan, dari yang disayangi timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari yang disayangi, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. (dhammapada:212)

Dari cinta timbul kesedihan, dari cinta timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari rasa cinta, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. (dhammapada:213)

Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari kemelekatan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. (dhammapada:214)

Dari nafsu timbul kesedihan, dari nafsu timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari nafsu, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. (dhammapada:215)

Dari keinginan timbul kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan; bagi orang yang telah bebas dari keinginan, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan. (dhammapada:216)

Barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam Dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya. (dhammapada:217)

Barang siapa bermaksud ingin mencapai ‘Yang Tak Dinyatakan’ (nibbana), yang batinnya tidak lagi terikat oleh kesenangan indria, orang seperti itu disebut “yang telah pergi ke hilir arus kehidupan”. (dhammapada:218)

Setelah lama seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumah dengan selamat, maka keluarga, kerabat dan sahabat akan menyambutnya dengan senang hati. (dhammapada:219)

Begitu juga, perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut pelakunya yang telah pergi dari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta. (dhammapada:220)